Thursday, 4 July 2013

CAO CAO

Biografi

Ia lahir di kota Qiao (sekarang di Haozhou, Anhui). Kitab sejarah Catatan Sejarah Tiga Negara mencatat bahwa salah satu leluhurnya, Cao Can adalah seorang pejabat kekaisaran di awal Dinasti Han.
Cao Cao adalah salah seorang menteri pada akhir Dinasti Han.
Dia kehilangan posisi menteri dan menjadi buronan karena gagal membunuh Dong Zhuo, yang berusaha menguasai istana. Banyak orang menganggap Cao Cao sebagai orang jahat, ini disebabkan oleh tiga hal.

Pertama, Cao Cao menjadi buronan setelah gagal membunuh Dong Zhuo. Pada saat perjalanan pulang ke kota asalnya, Cao Cao menginap di rumah seseorang. Saat itu dia berjaga sampai malam dan mendengar orang-orang sedang mengasah pisau. Karena salah paham atau tidak , Cao Cao mengira mereka akan membunuh dirinya. Oleh karena itu Cao Cao menyerang terlebih dahulu dan membunuh mereka semua. Sebenarnya sang tuan rumah sedang mempersiapkan sebuah pesta untuk Cao Cao dan ingin menyajikan hidangan yang mewah.

Kedua, pada saat Dong Zhuo semakin berkuasa, Kaisar meminta perlindungan dari Cao Cao. Dan Cao Cao dapat memanfaatkan sang Kaisar untuk melakukan keinginan pribadinya, seperti memerintah para raja wilayah. Oleh sebab itu, Cao Cao dinilai tidak berbeda dengan Dong Zhuo.

Terakhir, Cao Cao juga menyebabkan kematian dari seorang dokter ternama, Hua Tuo. Karena kecurigaan, Cao Cao mengira Hua Tuo ingin membunuh dirinya ketika sang dokter menyarankan mengoperasi kepala Cao Cao demi menghilangkan tumor yang ada. Hua Tuo dimasukkan ke dalam penjara dan tidak lama kemudian meninggal.

Cao Cao meletakkan dasar bagi Kerajaan Wei ketika dia berhasil mengalahkan Yuan Shao, seorang raja wilayah yang lebih kuat. Daerah kekuasaan Cao Cao terbentang seluas padang pasir Mongolia dan kemudian berhasil menguasai daerah-daerah lain setelah mengalahkan Yuan Shao pada pertempuran di Guandu.
Faktor-faktor yang membuat Cao Cao berhasil mengalahkan Yuan Shao adalah terbakarnya gudang makanan Yuan Shao di Wuchao, Guan Yu membunuh dua orang jenderal utama Yuan Shao (Yan Liang dan Wen Chou), dan seorang penasehat Yuan Shao (Xu You) yang berpihak kepada Cao Cao. Dengan tidak adanya Yuan Shao, maka Cao Cao mengalihkan perhatian ke daerah selatan. Liu Zhong yang menguasai daerah Jingzhou menyerah ke tangan Cao Cao setelah kematian Liu Biao (ayah Liu Zhong). Setelah menguasai Jingzhou, Cao Cao memusatkan perhatian ke Liu Bei yang berada di Jiang Xia. Namun karena takut diserang Kerajaan Wu, maka Cao Cao mengajukan usul kerja sama dengan Kerajaan Wu untuk mengalahkan Liu Bei. Ternyata Kerajaan Wu lebih bersedia bekerja sama dengan Liu Bei. Marah karena gagal bekerja sama dengan Kerajaan Wu, Cao Cao membangun angkatan perang untuk sekaligus memusnahkan Kerajaan Wu dan Kerajaan Shu (Liu Bei). Pertarungan besar tersebut terjadi di Chibi dan Cao Cao menerima kekalahan besar. Jika bukan karena Guan Yu, Cao Cao sudah meninggal pada saat itu Cao Cao berhasil melarikan diri ke Fancheng, yang diperintah oleh Cao Ren, dan kembali ke Ibukota Xuchang untuk membangun kembali tentaranya. Pada masa itulah kerja sama antara Liu Bei dan Sun Quan (Kerajaan Wu) pecah karena masalah Jingzhou. Karena perpecahan itu, Cao Cao berhasil mengajak Sun Quan bekerja sama untuk menyerang Jingzhou, yang dikuasai Liu Bei. Setelah itu Cao Cao menyerang Hanzhong namun tidak meneruskan serangannya, meskipun Sima Yi menginginkan hal tersebut. Hanya masalah waktu sebelum Liu Bei berhasil membangun kembali kekuatan dan menyerang Cao Cao. Cao Cao mundur ke Xuchang dan beberapa lama kemudian dia meninggal karena penderitaan di kepalanya.


Karier politik

Karier politiknya dimulai dengan ikut memadamkan Pemberontakan Serban Kuning yang mengancam legitimasi Dinasti Han di masa-masa akhir dinasti tersebut. Setelah berhasil memadamkan pemberontakan tersebut, ia diberikan jabatan dan kemudian mengambil kesempatan tersebut untuk menguasai Prefektur Qingzhou. Ia kemudian memperkuat diri sendiri dengan membujuk bekas anggota pemberontak Serban Kuning untuk bergabung di dalam tentara pribadinya.
Tahun 196, ia menerima dan memberikan perlindungan kepada Kaisar Han Xiandi yang pada saat itu mendapat ancaman. Namun kemudian malah menyandera kaisar dan meminjam kesempatan ini untuk menaklukkan beberapa jenderal perang di sekitar wilayah Xuchang yang merupakan pusat kekuatannya.
Kemenangan terbesarnya adalah Pertempuran Guandu menaklukkan Yuan Shao yang pada saat itu merupakan jenderal perang terbesar di wilayah utara Tiongkok. Setelah penaklukan itu, ia resmi menjadi perdana menteri dan berhasil mempersatukan Tiongkok utara. Semenjak itu dia menjadi orang yang paling ditakutkan dalam sejarah cina.
Setelah menggapai kedudukan sebagai perdana menteri, Cao Cao kemudian menyusun kekuatan untuk invasi ke Tiongkok selatan yang waktu itu dikuasai oleh Liu Bei dan Sun Quan. Pertempuran Chibi adalah pertempuran di antara Cao Cao melawan aliansi Liu Bei dan Sun Quan. Cao Cao kalah telak dalam peperangan terkenal sepanjang sejarah Tiongkok ini.
Ia memaklumatkan diri sebagai Raja Wei. Sepeninggalnya, anaknya Cao Pi kemudian memaklumatkan diri sebagai Kaisar Wei dan sekaligus berdirinya negara Cao Wei. Selanjutnya, Cao Cao diangkat statusnya menjadi Kaisar Wei Wudi.




Pemakaman Cao Cao

Kompleks pemakaman yang ditemukan diperkirakan berusia sekitar 1.800 tahun dan dipercaya merupakan tempat peristirahatan terakhir Cao Cao, seorang jenderal cerdas dan pemimpin pada abad ke-3 yang sering ditampilkan dalam kisah-kisah rakyat sebagai politisi yang licik. Kompleks tersebut ditemukan di desa Xigaoxue di dekat kota Anyang, Propinsi Henan, dan memiliki luas 8.000 kaki persegi. Didalamnya ada terowongan sepanjang 130 kaki yang menuju ke sebuah ruang bawah tanah.


Menurut para sejarawan, kepandaian militer dan politik Cao Cao telah membuat ia mampu membangun negara Wei yang dianggap sebagai negara terkuat dan termakmur di Cina selama periode tiga kerajaan (208 - 280 M) dimana saat itu Cina terbagi kedalam tiga wilayah yang berbeda. Dalam makam itu ditemukan jasad dua perempuan dan seorang pria serta lebih dari 250 relik selama penggalian yang berlangsung selama satu tahun belakangan.
Jasad pria itu diidentifikasi sebagai seorang pria berumur 60an. Sedangkan dua jasad perempuan itu diperkirakan berusia 50an dan 20an. Menurut para ahli, jasad pria tersebut adalah Cao Cao yang meninggal pada tahun 220 Masehi di usia 65 tahun. Sedangkan dua mayat perempuan lainnya diduga sebagai permaisuri dan pelayannya.

Di dalam kompleks pemakaman tersebut juga ditemukan lukisan-lukisan batu yang menampilkan kehidupan sosial masyarakat masa Cao Cao. Lalu ditemukan juga sebuah lempengan batu yang berisi ukiran mengenai obyek-obyek kurban dan beberapa barang lain yang dianggap sebagai milik pribadi Cao Cao.



Sebelumnya, sebuah lempengan batu bertuliskan "Raja Wu dari Wei", yaitu gelar yang diberikan kepada Cao Cao setelah ia meninggal, sempat dicuri dari makam tersebut, namun pihak yang berwajib berhasil mendapatkannya kembali.


"Lempeng batu bertuliskan gelar tersebut adalah bukti terkuat yang kami miliki bahwa makam itu adalah milik Cao Cao." Kata Liu Qingzhu, arkeolog dari Chinese Academy of Social Sciences.
"Kami percaya tidak ada satu orangpun yang dapat memiliki relik yang bertuliskan mengenai Cao Cao di dalam sebuah makam sebanyak itu, kecuali, tentu saja makam itu milik Cao Cao sendiri."
Cao Cao yang kita kenal lewat buku-buku dan film adalah pemimpin terakhir dinasti Han timur sebelum akhirnya membentuk negara sendiri pada periode kekacauan politik masa tiga kerajaan. Ia meninggal pada tahun 220 Masehi di Luoyang, sebuah kota di timur dinasti han dan dianugerahkan gelar sebagai kaisar negara Wei yang didirikannya. Ayahnya adalah anak adopsi dari kasim kepala di pengadilan kerajaan dan Cao adalah seorang komandan sebuah pasukan kecil sebelum ia diangkat sebagai jenderal setelah berhasil memadamkan pemberontakan yang mengancam kerajaan Han.
Karakter yang menampilkan Cao Cao sering digambarkan sebagai seorang berandalan yang licik dalam novel ternama "Romance of The Three Kingdoms". Karakternya yang licik ini begitu terkenal di Cina sehingga bahkan dijadikan pepatah yang berbunyi "Jika kamu membicarakan Cao Cao, maka Cao Cao akan datang". Selain sebagai jenderal, Cao Cao juga dikenal sebagai seorang penyair.
Kuburan tersebut ditemukan dengan tidak sengaja pada Desember 2008 ketika seorang pekerja dekat Kilin sedang menggali lumpur untuk membuat batu bata. Penemuan itu tidak dilaporkan kepada pemerintah dan pejabat lokal baru mengetahui mengenai penemuan itu ketika lempeng batu yang bertuliskan gelar Cao Cao disita dari seorang penjarah makam.

0 comments:

Post a Comment